Surat Kabar 99

BERITA HARIAN | BERITA OLAHRAGA | CERITA SEKS | LIVE SCORE | ISTANA168 | SITUS TARUHAN BOLA DAN TOGEL ONLINE

Situs Judi Bola Online & Bandar Togel Online

Poker Online

SELAMAT DATANG DI SURAT KABAR 99

Selasa, 23 Januari 2018

Jenazah Gadis Cantik Asal Bali Tertahan di Amerika Serikat


SuratKabar99, Bali - DENPASAR - Jejaring media sosial dibuat heboh dengan kasus meninggalnya seorang mahasiswi Sekolah Tinggi Perhotelan Bali (STPBI), Ni Kadek Ayu Ratih Sinta (21).

Sinta meninggal dunia setelah terlibat kecelakaan di Miami, Amerika Serikat.

Kini, rekan-rekan Sinta di Amerika Serikat maupun Bali menggalang dana untuk biaya pemulangan jenazah gadis cantik asal Buleleng ini.

Donasi dikumpulkan lewat situs www.gofundme.com. Disebutkan, dana yang dibutuhkan untuk pemulangan jenazah dari Amerika Serikat ke Bali mencapai 25 ribu dolas AS atau sekitar Rp 325 juta.

Hingga Sabtu (20/1) pukul 23.30 Wita, dana yang terkumpul baru 11,033 dolas AS atau sekitar Rp 143 juta.

Sementara teman-teman Sinta di Bali mencoba mengumpulkan donasi lewat rekening bank. Permohonan sumbangan untuk meringankan biaya pemulangan jenazah Sinta tersebut disebar lewat media sosial.

Penggalangan dana itu salah satunya di-share oleh akun Yuli Anggarini pada 18 Januari 2018. Akun Yuli Anggarini menulis, "Buat teman2 yg berkenan membantu menyumbangkan sedikit dana seikhlasnya untuk meringankan beban dari keluarga Alm. Ratih Shinta bisa inbox saya atau bisa trf langsung ke no rek. di bawah. Trimakasih."

Adapun rekening yang dicantumkan adalah Bank BRI dengan nomor rekening 78810100331xxx a/n Ni Luh Putu Yuli A dan BCA dengan nomor rekening 611520xxx a/n Dewa P Prastika.

Libatkan Tiga Mobil


Dikutip dari media Amerika, Sinta tewas dalam kecelakaan yang melibatkan tiga mobil di Jembatan Hale Boggs Interstate 310, Minggu (14/1) lalu.

Sinta menjadi penumpang di salah satu mobil dalam kecelakaan maut tersebut.

Sinta meninggal karena mengalami sejumlah luka-luka akibat kecelakaan tersebut.

Sebelumnya, ia sempat dirawat di University Medical Center pada hari Senin, sehari setelah kecelakaan di jembatan yang menghubungkan Destrehan dan Luling tersebut.

Sebuah postingan Facebook yang ditulis dalam bahasa Indonesia menjelaskan bahwa dia bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran Jepang, setelah tiba di Amerika Serikat dengan menggunakan visa pelajar untuk pertukaran tenaga kerja.

Menurut polisi negara bagian, kecelakaan ini berawal saat Bria Mason (23) mengemudi ke utara di jalur kanan I-310 dengan menggunakan Chevrolet Impala 2008.

Saat berbelok ke kiri, datang Nissan Altima tahun 2012 yang dikendarai oleh Eryawan Bagus (25) dari Hammond. “Sinta merupakan penumpang Bagus,” ungkap seorang petugas kepolisian.

Tabrakan tersebut membuat mobil Nisan Altima milik Bagus berputar berlawanan arah jarum jam. Mobil lalu berhenti di jalur kanan I-310, dengan sisi penumpangnya menghadap ke arah lalu lintas yang melaju.

Saat itu juga, seorang wanita bernama Allison Benoit (22) yang mengemudikan Ford Focus 2015 menabrak mobil Altima. Polisi mengatakan Sinta saat itu duduk di kursi penumpang saat mobil yang ditumpanginya ditabrak mobil Ford.

Akibat kecelakaan tersebut, empat orang dilarikan ke rumah sakit. Tiga orang bernama Mason, Bagus, dan Benoit dibawa ke rumah sakit setempat dengan luka ringan.

Sedangkan Sinta dibawa ke University Medical Center dengan luka kritis. Sehari kemudian Sinta meninggal akibat luka parah yang dialaminya.

Penyidik mengambil darah Mason untuk mengujinya, apakah kecelakaan tersebut diakibatkan karena pengemudi menggunakana obat-obatan terlarang atau alkohol. Pihak kepolisian masih belum menyimpulkan penyebab pasti kecelakaan tersebut.

Saat ini jenazah Sinta masih berada di Miami. Pihak keluarga berusaha memulangkan jenazahnya, yang dipastikan menelan dana ratusan juta dan harus melewati proses panjang hingga keluar surat pemulangan jenazah.

Lewati Masa Training


Sinta merupakan mahasiswi program D III Perhotelan STPBI. Gadis asli Buleleng ini tinggal di Jalan Pulau Belitung, Pedungan, Denpasar.

Dia berada di Amerika Serikat karena mengikuti program kampus bekerjasama dengan PT. Bali Duta Mandiri untuk memberangkatan magang ke luar negeri dengan waktu yang telah ditentukan.

Sinta berangkat pada November 2016, dan harus kembali pada November 2017. Ia mendapat kontrak sebagai tenaga maga selama setahun di Hotel Sanrigius Miami.

Namun hingga masa training-nya habis, ia tetap tinggal di Amerika Serikat. Sinta kemudian dikabarkan bekerja di sebuah restoran Jepang.

Ketua STPBI I Made Sudjana menyatakan, pengiriman mahasiswa-mahasiswi STPBI ke Amerika Serikat adalah kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Amerika Serikat.

Kerjasama itu kepanjangan tangan pihak Amerika Serikat melalui Konjen-nya di Surabaya. Program ini disebut ITN (Internasional Training Network). STPBI menjadi sekolah atau perguruan tinggi satu-satunya yang memiliki lisensi kerjasama tersebut.

"Dalam program ini kami melakukan perjanjian dengan pihak keluarga, anak didik dan disahkan di notaris," kata Sudjana kepada Tribun Bali melalui sambungan ponselnya, tadi malam.

Namun perjanjian antara pihak Sinta dan orangtuanya terhadap STPBI, kata Sudjana, bisa disebut diingkari oleh pihak Sinta. Singkatnya, ada perjanjian bahwa dalam keberangkatan itu, Sinta harus pulang tepat waktu dalam masa training.

Perjanjian itu di antaranya, memuat tentang berlakunya visa training selama satu tahun, mahasiswa memberikan jaminan Rp 40 juta kepada pihak STPBI dan diambil lagi ketika kembali dari training.

Apabila saat kontrak habis tidak pulang, maka pihak sekolah tidak bertanggungjawab ketika dalam masalah. Alias mahasiswa yang berdiam lebih dari visa yang digunakan maka disebut ilegal. Tidak hanya itu, pihak sekolah juga melakukan DO (drop out) terhadap mahasiswa yang melanggar.

"Perjanjian itu semua kami tuangkan dalam kesepakatan di notaris. Dicap jempol oleh orangtua, anak yang bersangkutan, dan saya sebagai rektor. Dan visa yang digunakan adalah visa khusus, yaitu Visa J1 (berlaku selama satu tahun masa training)," ungkapnya.

Dalam masa training itu, anak didiknya akan diuji coba di hotel bintang lima di Amerika. Interview sebelum training pun tidak main-main karena dilakukan oleh GM atau Chef dari hotel yang memang membutuhkan mahasiswa-mahasiswi STPBI yang berkompeten.

"Di samping mendapat training, juga mendapat bayaran 10 hingga 15 dolar per jamnya. Dan sebetulnya bukan soal duit yang besar itu. Tapi etos kerja dan wawasan internasional, harusnya ini yang dilihat oleh para anak didik," tegasnya.

Sudjana menegaskan lagi, ketika Visa J1 yang dipakai itu habis, maka bisa disebut anak itu ilegal. Dan tidak diketahui pasti, apakah anak-anak didiknya itu bersama teman atau ada sponsor yang menampungnya. Sebab, sejak November 2017 lalu, Sinta sudah bukan lagi menjadi tanggung jawab STPBI.

"Yang kami sesalkan, kami sudah mencoba menghubungi namun komunikasi diputus. Komunikasi dengan orangtuanya juga terputus. Kami juga sudah memberitahukan Konjen Amerika bahwa mahasiswa kami ada yang tidak pulang, dan sudah melakukan berbagai upaya supaya kembali lanjutkan kuliah," paparnya.

Sebenarnya, sambung Sudjana, ketika masa training itu sendiri, dalam kontrak satu tahun asuransi seorang mahasiswa itu ditanggung melalaui program ITN. Dan yang menanggung ialah asuransi di Amerika. Selama satu tahun, ketika sakit, kecelakaan, atau pun meninggal seluruh biaya di-cover oleh ITN.

"Karena dia ilegal, tidak di-cover. Pada prinsipnya orangtuanya juga sudah ke kampus dan meminta maaf. Kebetulan orangtua dan keluarganya orang-orang kapal. Tahu persis bagaimana kebijakan di luar negeri itu. Kemudian, kami tidak bisa menanggung apa-apa, karena sudah mengingkari kesepakatan. Kami hanya monitor saja," jelasnya.

Pihaknya mengetahui saat ini teman-teman Sinta di Amerika berinisiatif menggalang dana untuk biaya pemulangan jenazah.

"Kami bukan tidak bertanggungjawab. Tapi kami sudah sangat memperketat aturan. Tapi ada upaya dari pihak-pihak yang ingin anaknya tidak pulang. Dan itu menyalahi aturan kesepakatan dan sampai saat ini masih ada yang tidak pulang. Jumlah di atas 10 orang," bebernya.

Sudjana menambahkan, bahwa pihaknya akan melakukan pengetatan lagi dalam melakukan pengiriman training mahasiswa-mahasiswi.

Pihaknya akan meminta pihak ITN dan hotel di Amerika tidak akan memberikan langsung sertifikat itu ke mahasiswa, tapi akan diserahkan di sekolah. Diakuinya, sertifikat ini cukup ampuh untuk anak didiknya mendapat pekerjaan.