Surat Kabar 99

BERITA HARIAN | BERITA OLAHRAGA | CERITA SEKS | LIVE SCORE | ISTANA168 | SITUS TARUHAN BOLA DAN TOGEL ONLINE

Situs Judi Bola Online & Bandar Togel Online

Poker Online

SELAMAT DATANG DI SURAT KABAR 99

Rabu, 31 Oktober 2018

13 Menit Menegangkan Sebelum Lion Air JT 610 Jatuh

Surat Kabar99, Jakarta -Jatuhnya Lion Air JT 610, Senin 29 Oktober 2018 masih jadi misteri. Tim Identifikasi suara ‘Ping’ di lokasi Lion Air jatuh.Yang kemungkinan berasal dari bunyi Black Box yang hingga kini masih di telusuri pencariannya.

“Di dalam black box itu dipasang ULB. Ini begitu masuk di air akan mengeluarkan suara ping…ping… dengan jeda waktu 0.9 detik. Jadi kalau kita menangkap suara ping-ping bukan 0,9 detik, itu berarti bukan dari black box,” kata Surjanto dalam Indonesia Lawyers Club di tvOne pada Selasa malam, 30 Oktober 2018.

“Dengan ditemukannya black box, kita harapkan korban-korban yang lain bisa ditemukan di sekitar situ,” lanjutnya.

Naik dan turun. Itulah yang terjadi pada pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta - Pangkal Pinang, Bangka Belitung, sebelum jatuh di Tanjung Karawang, Jawa Barat, pada Senin, 29 Oktober 2018.

Pesawat yang baru beroperasi 15 Agustus 2018 itu mengangkut total 189 penumpang. Sejak lepas landas pukul 06.20 WIB, selama 13 menit pesawat Lion Air JT 610 mengalami hal yang menegangkan.

Ada tiga kali momen di mana Boeing 737 Max 8 dengan tipe B38M itu naik dan turun. Dalam posisi itu, pesawat Lion Air JT 610 hilang kontak.

Bagaimana kecepatan dan ketinggian pada 13 menit menegangkan itu? Lalu bagaimana 40 detik terakhir hingga pesawat Lion Air JT 610 jatuh di Tanjung Karawang? Simak dalam Infografis di bawah ini:


Menurut grafik kecepatan (kuning) dan altitude (biru) yang diungkap FlightRadar24, JT 610 hanya mencapai ketinggian 5.450 kaki setelah 3 menit 40 detik mengudara.

Selanjutnya ketinggian pesawat naik-turun antara 4.500 kaki-5.300 kaki. Saat dimintai pendapatnya, pengamat penerbangan Alvin Lie menilai, hal itu aneh.

"Operasi (penerbangan) kemarin tidak wajar," ia menyampaikan kesimpulan itu, Selasa (30/10/2018).

Dengan ketinggian itu, menurut dia, pesawat belum keluar dari fase take off. Fase take off biasanya dihitung sejak pesawat lepas landas hingga ketinggian 10 ribu kaki. 

Pergerakan naik-turun pesawat juga tak lazim. Pasalnya, menurut Alvin, harusnya pesawat terus naik ke atas setelah lepas landas.

Ia menjelaskan, pesawat bisa saja mempertahankan ketinggian. Namun, hal itu harus sesuai arahan air traffic controller (ATC). Biasanya ATC memberi perintah demikian bila lalu lintas udara sedang padat.

Kemungkinan ATC memperintahkan Lion Air JT 610 bertahan di ketinggian 5 ribuan kaki bisa dikesampingkan. Terlebih, sang pilot, Bhavye Suneja, sempat meminta izin ATC untuk return to base atau kembali ke bandara awal, dua menit setelah mengudara.

JT 610 kembali naik ke 5.450 kaki setelah 10 menit mengudara. Setelah itu, ketinggian JT 610 turun drastis, dengan kecepatan 345 knot--yang tercepat sejak mengudara.

Alvin mengatakan, dalam kondisi normal pesawat akan mencapai ketinggian 20 ribu kaki dalam 10 menit. "Pada ketinggian ini, penumpang sudah aman untuk melepaskan sabuk. Pesawat sudah stabil," kata dia.

Karena itu, Alvin menduga sesuatu terjadi pada JT 610. Hal itu yang menyebabkan pesawat gagal mencapai ketinggian optimum.

Pendapat senada disampaikan seorang mantan pilot senior. Dia menduga ada situasi emergensi di pesawat. Penyebabnya, tidak mungkin karena bertemu awan dan cuaca buruk. Apalagi, dalam video yang diunggah Flightradar24, tidak dijumpai kumpulan awan di sepanjang jalur Lion Air JT 610 dari Jakarta menuju Pangkalpinang.

Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika juga menunjukan cuaca cerah saat pesawat beregister PK-LQP itu lepas landas. Naik-turun ketinggian pesawat seperti yang terjadi pada JT 610 bisa membahayakan penumpang.

"Barang atau orang yang tidak secure atau tidak terikat sabuk pengaman bisa terbanting-banting dalam kondisi seperti itu," kata mantan pilot senior maskapai ternama yang tak mau disebut namanya itu